Kali ini kita akan bercerita tentang seorang laki-laki mulia dan
memiliki peranan yang besar dalam sejarah Islam, seorang panglima Islam, serta
kebanggaan suku Kurdi, ia adalah Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin
Syadi atau yang lebih dikenal dengan Shalahuddin al-Ayyubi atau juga Saladin.
Ia adalah seorang laki-laki yang mungkin sebanding dengan seribu laki-laki
lainnya.
Asal dan Masa Pertumbuhannya
Karena suatu alasan, kelahiran Shalahuddin memaksa ayahnya untuk
meninggalkan Tikrit sehingga sang ayah merasa kelahiran anaknya ini menyusahkan
dan merugikannya. Namun kala itu ada orang yang menasihatinya, “Engkau tidak
pernah tahu, bisa jadi anakmu ini akan menjadi seorang raja yang reputasinya
sangat cemerlang.”
Dari Tikrit, keluarga Kurdi ini berpindah menuju Mosul. Sang
ayah, Najmuddin Ayyub tinggal bersama seorang pemimpin besar lainnya yakni
Imaduddin az-Zanki. Imaduddin az-Zanki memuliakan keluarga ini, dan Shalahuddin
pun tumbuh di lingkungan yang penuh keberkahan dan kerabat yang terhormat. Di
lingkungan barunya dia belajar menunggang kuda, menggunakan senjata, dan tumbuh
dalam lingkungan yang sangat mencintai jihad. Di tempat ini juga Shalahuddin
kecil mulai mempelajari Alquran, menghafal hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mempelajari bahasa dan
sastra Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.
Diangkat Menjadi Mentri di Mesir
Sebelum kedatangan Shalahuddin al-Ayyubi, Mesir merupakan
wilayah kekuasaan kerajaan Syiah, Daulah Fathimiyah. Kemudian pada masa
berikutnya Dinasti Fathimiyah yang berjalan stabil mulai digoncang pergolakan
di dalam negerinya. Orang-orang Turki, Sudan, dan Maroko menginginkan adanya
revolusi. Saat itu Nuruddin Mahmud, paman Shalahuddin, melihat sebuah peluang
untuk menaklukkan kerajaan Syiah ini, ia berpandangan penaklukkan Daulah
Fathimiyyah adalah jalan lapang untuk membebaskan Jerusalem dari kekuasaan
Pasukan Salib.
Nuruddin benar-benar merealisasikan cita-citanya, ia mengirim
pasukan dari Damaskus yang dipimpin oleh Asaduddin Syirkuh untuk membantu
keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi, di Mesir. Mengetahui kedatangan pasukan
besar ini, sebagian Pasukan Salib yang berada di Mesir pun lari kocar-kacir
sehingga yang dihadapi oleh Asaduddin dan Shalahuddin hanyalah orang-orang
Fathimyah saja. Daulah Fathimiyah berhasil dihancurkan dan Shalahuddin diangkat
menjadi mentri di wilayah Mesir. Namun tidak lama menjabat sebagai menteri di
Mesir, dua bulan kemudian Shalahuddin diangkat sebagai wakil dari Khalifah
Dinasti Ayyubiyah.
Selama dua bulan memerintah Mesir, Shalahuddin membuat
kebijakan-kebijakan progresif yang visioner. Ia membangun dua sekolah besar
berdasarkan madzhab Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini ia tujukan untuk
memberantas pemikiran Syiah yang bercokol sekian lama di tanah Mesir. Hasilnya
bisa kita rasakan hingga saat ini, Mesir menjadi salah satu negeri pilar dakwah
Ahlussunnah wal Jamaah atau Sunni. Kebijakan lainnya yang ia lakukan adalah
mengganti penyebutan nama-nama khalifah Fathimiyah dengan nama-nama khalifah
Abbasiyah dalam khutbah Jumat.
Menaklukkan Jerusalem
Persiapan Shalahuddin untuk menggempur Pasukan Salib di
Jerusalem benar-benar matang. Ia menggabungkan persiapan keimanan (non-materi)
dan persiapan materi yang luar biasa. Persiapan keimanan ia bangun dengan
membersihkan akidah Syiah bathiniyah dari dada-dada kaum muslimin dengan
membangun madrasah dan menyemarakkakn dakwah, persatuan dan kesatuan umat
ditanamkan dan dibangkitkan kesadaran mereka menghadapi Pasukan Salib. Dengan kampanyenya
ini ia berhasil menyatukan penduduk Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko di
bawah satu komando. Dari persiapan non-materi ini terbentuklah sebuah pasukan
dengan cita-cita yang sama dan memiliki landasan keimanan yang kokoh.
Pada tahun 580 H, Shalahuddin menderita penyakit yang cukup
berat, namun dari situ tekadnya untuk membebaskan Jerusalem semakin membara. Ia
bertekad apabila sembuh dari sakitnya, ia akan menaklukkan Pasukan Salib di
Jerusalem, membersihkan tanah para nabi tersebut dari kesyirikan trinitas.
Dengan karunia Allah, Shalahuddin pun sembuh dari sakitnya. Ia
mulai mewujudkan janjinya untuk membebaskan Jerusalem. Pembebasan Jerusalem
bukanlah hal yang mudah, Shalahuddin dan pasukannya harus menghadapi Pasukan
Salib di Hathin terlebih dahulu, perang ini dinamakan Perang Hathin, perang
besar sebagai pembuka untuk menaklukkan Jerusalem. Dalam perang tersebut kaum
muslimin berkekuatan 63.000 pasukan yang terdiri dari para ulama dan
orang-orang shaleh, mereka berhasil membunuh 30000 Pasukan Salib dan menawan
30000 lainnya.
Setelah menguras energy di Hathin, akhirnya kaum muslimin tiba
di al-Quds, Jerusalem, dengan jumlah pasukan yang besar tentara-tentara Allah
ini mengepung kota suci itu. Perang pun berkecamuk, Pasukan Salib sekuat tenaga
mempertahankan diri, beberapa pemimpin muslim pun menemui syahid mereka –insya
Allah- dalam peperangan ini. Melihat keadaan ini, kaum muslimin semakin
bertambah semangat untuk segera menaklukkan Pasukan Salib.
Untuk memancing emosi kaum muslimin, Pasukan Salib memancangkan
salib besar di atas Kubatu Shakhrakh. Shalahuddin dan beberapa pasukannya
segera bergerak cepat ke sisi terdekat dengan Kubbatu Shakhrakh untuk
menghentikan kelancangan Pasukan Salib. Kemudian kaum muslimin berhasil
menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Setelah itu, jundullah menghancurkan
menara-menara dan benteng-benteng al-Quds.
Pasukan Salib mulai terpojok, merek tercerai-berai, dan mengajak
berunding untuk menyerah. Namun Shalahuddin menjawab, “Aku tidak akan
menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu tidak
menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan Jerusalem)”. Namun
pimpinan Pasukan Salib, Balian bin Bazran, mengancam “Jika kaum muslimin tidak
mau menjamin keamanan kami, maka kami akan bunuh semua tahanan dari kalangan
umat Islam yang jumlahnya hampir mencapai 4000 orang, kami juga akan membunuh
anak-anak dan istri-istri kami, menghancurkan bangunan-bangunan, membakar harta
benda, menghancurkan Kubatu Shakhrakh, membakar apapun yang bisa kami bakar,
dan setelah itu kami akan hadapi kalian sampai darah penghabisan! Satu orang
dari kami akan membunuh satu orang dari kalian! Kebaikan apalagi yang bisa
engkau harapkan!” Inilah ancaman yang diberikan Pasukan Salib kepada
Shalahuddin dan pasukannya.
Shalahuddin pun mendengarkan dan menuruti kehendak Pasukan Salib
dengan syarat setiap laki-laki dari mereka membayar 10 dinar, untuk perempuan 5
dinar, dan anak-anak 2 dinar. Pasukan Salib pergi meninggalkan Jerusalem dengan
tertunduk dan hina. Kaum muslimin berhasil membebaskan kota suci ini untuk
kedua kalinya.
Shalahuddin memasuki Jerusalem pada hari Jumat 27 Rajab 583 H /
2 Oktober 1187, kota tersebut kembali ke pangkuan umat Islam setelah selama 88
tahun dikuasai oleh orang-orang Nasrani. Kemudian ia mengeluarkan salib-salib
yang terdapat di Masjid al-Aqsha, membersihkannya dari segala najis dan
kotoran, dan mengembalikan kehormatan masjid tersebut.
Wafatnya Sang Pahlawan
Sebagaimana manusia sebelumnya, baik dari kalangan nabi, rasul,
ulama, panglima perang dan yang lainnya, Shalahuddin pun wafat meninggalkan
dunia yang fana ini. Ia wafat pada usia 55 tahun, pada 16 Shafar 589 H
bertepatan dengan 21 Febuari 1193 di Kota Damaskus. Ia meninggal karena
mengalami sakit demam selama 12 hari. Orang-orang ramai menyalati jenazahnya,
anak-anaknya Ali, Utsman, dan Ghazi turut hadir menghantarkan sang ayah ke
peristirahatannya. Semoga Allah meridhai, merahmati, dan membalas
jasa-jasa engkau wahai pahlawan Islam, sang pembebas Jerusalem.
Sumber:
Shalahuddin al-Ayyubi Bathalu al-Hathin oleh Abdullah Nashir
Unwan
Shalahuddin al-Ayyubi oleh Basim al-Usaili
Shalahuddin al-Ayyubi oleh Abu al-Hasan an-Nadawi
Islamstroy.com
Shalahuddin al-Ayyubi oleh Basim al-Usaili
Shalahuddin al-Ayyubi oleh Abu al-Hasan an-Nadawi
Islamstroy.com
0 Komentar untuk "SHALAHUDDIN AL-AYYUBI"